Laman

Rabu, 24 Desember 2014

Ibu


Semakin diri ini menginjak dewasa, semakin tersadar bahwa aku mencintaimu. Bandel dan nakalnya aku, tak lantas menjadikan kasih sayang dan cintamu terhenti begitu saja. Engkau kuat meski sakit, engkau tabah meski sebah. Sungguh, karunia luar biasa ketika aku masih memilikimu. Biarkan aku mengganti kenakalanku, karena aku tau aku pun tak mampu membalas seluruh kebaikanmu, Ibu.
 
Mungkin belum banyak yang bisa aku berikan untuk membuatmu tersenyum bangga, ibaratnya hanya bisa mampu mengembangkan senyum tipis di bibirmu. Baru itu, Ibu. Bahkan suatu ketika senyum itu luntur begitu saja, yaa karena apa lagi kalau bukan karena kebandelanku. Kebandelan seorang anak yang mengakunya sayang kepada Ibunya, tapi kadang masih melakukan hal-hal yang membuat raut muka sosok wanita yang dimuliakan itu tak sesejuk biasanya. Maaf, Bu..

Aku pun tak tahu mengapa, apakah ini sudah fitrah seorang anak, ataukah memang aku yang belum pandai mengendalikan diri. Kadang aku iri dengan mereka-mereka yang mampu memasang lama raut muka manis dengan senyumannya itu kepada orang tuanya, terutama Ibunya. Dengan mudah melemparkan kata sayang dengan imbuhan sebuah kecupan. Maafkan aku, Ibu..

Aku belum menjadi anak baik. Namun paling tidak, aku memohon agar Allah menjagaku untuk selalu membawamu dalam setiap do’a-do’aku. Karena mungkin baru itu tanda baktiku kepadamu, Bu, yang sekiranya masih mampu aku lakukan sebagai rutinitas. Maafkan aku, Ibu..

Semoga Allah selalu melindungimu dimana pun Ibu berada, senantiasa dimudahkan dan ditujukkan kepada jalanNya, dan diberi kesabaran dalam mendidik anak-anaknya.

Salam sayangku yang belum bisa terucap,
Episode hari Ibu yang tertinggal.
25 Desember 2014